Sabtu, 13 September 2008

Membaca Itu...!

Bagi alumni SD Negeri Gunungsari Kecamatan Cimahi kata-kata: Membaca itu…! Memiliki makna tersendiri yang senantiasa terkenang dan dapat dilanjutkan dengan penggalan kalimat yang berbeda. Penggalan kalimat itu merupakan kata-kata yang diucapkan oleh seorang srikandi pendidikan di Desa Gunungsari. Penggalan kalimat yang bukan sekedar mengeluarkan kata-kata akan tetapi penggalan kalimat dengan tujuan menggugah dan memotivasi siswa didiknya untuk senantiasa maju, terutama bagi yang memang perkembangan kemampuan membacanya terlambat bila dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya.

Menurut ibu yang telah 40 tahun mengabdi sebagai PNS di Sekolah Dasar ini, membaca itu indah. Filosofinya dengan membaca kita bisa mengenal dunia luar tanpa harus pergi. Semuanya terlihat jelas. Kalau tidak bisa membaca bagaimana bisa mengetahui dunia luar pergi tidak membaca juga tidak. Dengan membaca itulah gudang ilmu bisa dibuka.

Alumni SPG (Sekolah Pendidikan Guru) Kuningan ini mengemban amanah sebagai guru PNS sejak tahun 1967. pertama kali di tempatkan di SDN Cikandang Kecamatan Luragung. Setahun kemudian dipindahkan ke SDN Gunungsari (waktu itu masih termasuk wilayah Kecamatan Luragung, sekarang telah berdiri sendiri menjadi Kecamatan Cimahi). Pertama kali ketika mengajar di kelas rasanya seperti mimpi, apalagi saat anak-anak memanggilnya ibu. Benarkah dirinya kini telah menjadi seorang ibu (guru, red). Bahkan sebelumnya sama sekali tidak tahu dimana letak Desa Gunungsari dan bagaimana kondisi geografi dan masyarakatnya. Belum lagi seolah-seolah menjadi tontonan karena satu-satunya guru perempuan dan juga seorang pendatang. Kala itu seorang guru perempuan memakai pakaian tidak sebagaimana yang dikenakan sekarang. Guru putri berarti memakai kain, kebaya dan bersanggul.

Tingkat kesadaran masyarakat saat itu untuk menyekolahkan anaknya masih sangat rendah. Umumnya anak-anak kecil menggembala kerbau sebelum mereka masuk sekolah, sehingga ketika sekolah sudah besar-besar. Adapun kondisi sekolahnya masih lantai tanah di kelilingi sawah dan sungai yang kadang kebanjiran dan becek. Maka tak aneh jika baik siswa maupun murid kalau belajar ceker ayam saja (tidak bersepatu, red).

Ibu guru yang ketika pertama kali menjadi guru adalah satu-satunya guru perempuan ini sangat mencintai pendidikan. Rasa cintanya itu diwujudkan dalam kesehariannya dengan penuh rasa tanggung jawab karena beliau sadar betul bahwa program sehebat apapun jika tanpa dilandasi keikhlasan dan rasa tanggung jawab maka tidak akan berhasil. Lalu jika demikian apa yang bias kita berikan kepada masyarakat. Mungkin akan terasa begitu muluk, sangat idealis dijaman yang materialis ini. Tetapi ada bukti nyata yang tidak mungkin dikesampingkan begitu saja.

Ibu dari empat orang anak ini dengan penuh kesabaran membimbing murid-muridnya. Jika ada yang belum bisa membaca maka sang murid didudukkan tidak sebagaimana lazimnya siswa akan tetapi membelakangi papan tulis di depan teman-temannya. Cara ini bukan suatu bentuk hukuman, justru cara inilah bimbingan yang sukses mengantarkan siswa-siswinya memperoleh pengetahuan. Anak-anak yang belum bisa membaca ini dibimbing satu-satu sampai benar-benar bisa baru boleh kembali duduk seperti teman-temannya. Huruf-huruf yang paling sulit dikenali oleh siswa pun dicarikan jalan keluarnya agar tak menjadikan masalah. Misalnya kemiripan huruf p dan b disiasati dengan menjelaskan bahwa p itu ada perutnya dan b itu ada pantatnya. Dengan cara demikian ternyata lebih mudah dipahami sebagaimana sesuai dengan tingkat pemahaman anak-anak.

Kepeduliannya terhadap anak-anak yang terlambat menguasai kemampuan membaca ini tidak pupus hanya karena jabatan. Ketika menjabat sebagai kepala sekolah beliau meminta kepada semua guru kelas untuk mengirimkan siswa-siswinya yang belum bisa membaca ke kantor kepala sekolah. Beliau sendiri yang membimbingnya. Baru kalau sudah lancar dikembalikan ke kelas masing-masing.

Untuk menjadi seorang guru yang penuh dengan dedikasi bukanlah pekerjaan yang instan. Bahkan menurut orangtuanya Tin Suhartini kecil memang telah bercita-cita untuk menjadi seorang guru. Maka meskipun kemudian ditempatkan di daerah yang secara geografi sangat berat tidak membuatnya surut langkah apalagi sampai meninggalkan gelanggang. Pesan bapaknya untuk mampu menjadi srikandi dalam dunia pendidikan merupakan salah satu motivasi untuk tetap bertahan dan bahkan kemudian menorehkan prestasi.

Kondisi geografis Desa Gunungsari era tahun 1960-an akhir sangat jauh berbeda dengan sekarang, bahkan nyaris tak terbayangkan kalau kala itu jalan penghubung dengan desa yang lain adalah jalan setapak yang banyak diselubungi oleh ilalang yang tingginya melebihi orang dewasa. Disamping itu kondisi wilayahnya yang seringkali becek sangat memungkinkan pendatang tidak betah untuk menetap di desa tersebut. Tidak untuk ibu..., bahkan beliau menikah dengan lelaki setempat (Agustus 1968) yang juga teman sejawat di SD Gunungsari.

Jika ada acara di kota kecamatan (waktu itu masih desa Gunungsari masih termasuk wilayah kecamatan Luragung) baik untuk mengikuti perlombaan atau penataran guru, jam 03.00 sudah berangkat jalan kaki ditemani obor dari bambu. Pakaian yang akan digunakan dibungkus kertas kemudian di suhun (ditaruh di atas kepala, red). Sampai di Cileya kaki dibasuh dan ganti pakaian.

Jika akan mengikuti perlombaan di Luragung maka suami makan tidak enak, tidak bisa tidur karena jam 24.00 keliling kampung membangunkan anak-anak untuk siap-siap berangkat, agar jam 03.00 sudah benar-benar berangkat.

Perjuangan itu tidak ada yang sia-sia. Terbukti hampir setiap perlombaan tingkat kecamatan selalu diperhitungkan. Bidang olahraga dan kesenian sering langganan masuk tiga besar. Bahkan bulu tangkis dan tenis meja pernah sampai ke tingkat propinsi. Kunci utamanya adalah kebersamaan dan pemberian motivasi yang berkesinambungan.

Masa-masa paling berat yang dirasakan oleh istri dari Kuswadi ini adalah saat-saat pensiun. Selama tiga bulan ada perasaan berdosa telah meninggalkan tugas. Padahal telah jelas menerima SK Pensiun. Akan tetapi rasa tanggung jawabnya terhadap pendidikan anak masih sangat membekas, sehingga ketika melihat anak-anak masuk sekolah sedangkan dirinya masih berada di rumah merasa ada sesuatu yang salah. Sesuatu yang sebenarnya sangat wajar bagi yang sudah pensiun untuk tinggal di rumah.

Tahun 2002 kondisi fisik gedung sekolah sangat mengkhawatirkan. Sebagai kepala sekolah Tin Surihatin melakukan konsultasi dengan Komite Sekolah, disepakati sebelum mendapatkan bantuan gedung ditopang dulu dengan menggunakan bambu. Dengan berbagai macam usaha yang dilakukan pada tahun 2003 mendapatkan dana hibah dari Belanda sebesar seratus juta rupiah. Proyek tersebut dibawah pengawasan langsung pihak pemilik dana dengan pengawasan yang sangat ketat. Pengawas tidak mau menerima uang sepeserpun, kalau memang ada penyimpangan dan perlu ada yang dibongkar maka harus dibongkar. Ibu kita yang satu ini dapat menyelesaikan proyek dengan baik sehingga mendapatkan acungan jempol dan dihadiahi sebuah kalkulator serta beberapa uang.

Kekurangan dua ruang yang tadinya oleh Kepala Dinas dikatakan jangan dulu mengajukan tetapi melihat sekolah lain mengusulkan terus kemudian pada tahun 2006 memperoleh imbal swadaya Rp 75 juta. Maka selesailah sekolah tersebut direnovasi. Pensiun tanpa meninggalkan beban kelas yang belum tuntas pembangunannya.

(materi profil di Majalah Husnul Khotimah Edisi September 2008)
Wawancara oleh Afriadi, Sunarno, dan Alfarobi. Edit menjadi naskah oleh Sunarno

4 komentar:

Gema mengatakan...

terharu sekali menbacanya, semoga pendidikan Indonesia dapat menjadi lebih baik dari sekarang ini.

mey mengatakan...

membaca itu menyenangkan dan menambah ilmu.. salam blogger

nengratna mengatakan...

literat yang berbudi. literat yang sekadar literat capek deh ya :P konsep literat jaman modern itu gimana sih menurutmu

Anonim mengatakan...

saya yakin, pekerjaan menjadi guru adalah salah satu profesi yg benar2 luar biasa, sp pun yg mnjd guru, adalah manusia2 yang tangguh, selain pinter, sabar dan berani itu juga menjadi nilai yang nggak rendah.. wiw, salut banget dehhh
makasih y udah mampir k blogQ
salam kenal,
keep blogging